Translate

Rabu, 22 Januari 2014

Peringatan Maulid Nabi sebagai pendorong semangat umat Islam


Maulid nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya di peringati untuk membangkitkan semangat umat islam. Waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Peristiwa itu dikenang sebagai perang salib. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwa. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan.
Sementara itu di kota Kairo ada seorang sultan yang berpikir bahwa semangat juang umat Islam harus di bangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah seorang pemimpin yang di cintai rakyatnya. Dia memerintah pada tahun 1174-1193 M dan pusat kesultananya berada di kota Kairo, Mesir, dan daerah kekuasaanya membentang dari Mesir sampai Suriyah dan Semenanjung Arabia. Sultan Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah , yang setiap tahun berlalu begitu saja kini harus diperingati secara missal.
Ketika Sulatan Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata beliau setuju. Maka pada musim ibadah Haji 579 H (1183 M), Sultan Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan interuksi kepada seluruh jamaah Haji, agar jika kembali ke kampong halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepada umat Islam di manapun berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriyah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Awal nya keinginan Sultan di tentang oleh sebagian ulama. Sebab menurut mereka hari raya resmi cuma ada 2, Idhul Adha dan Idhul Fitri. Akan tetapi Sultan Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi adalah kegiatan yang menyemarakan Syiar agama sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang di selenggarakan Sultan Salahuddin itu mambuahkan hasil yang positif. Umat Islam kembali meneladani sunah-sunah Nabi dan semangat juang beliau bersama para sahabatnya melawan kaum kafir. Hal ini membuat semangat umat Islam menghadapi perang Salib bergelora kembali. Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 M Yerusalem di rebut oleh Sultan Salahuddin dari tangan bangsa eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
Hal ini perlu menjadi bahan renungan dan pelajaran berharga bagi umat Islam di Indonesia saat ini. Memang umat Islam di Indonesia sekarang tidak berperang mengangkat senjata melawan penjajah orang kafir, akan tetapi umat Islam di jajah oleh kebudayaan dan peradaban yang jauh dari nilai-nilai Islam. Marak nya perjudian, narkoba dan minuman keras, pornografi, pornoaksi, hubungan badan sebelum menikah, dll. Semua itu adalah budaya yang sangat bertentangan dengan Islam, sehingga harus kita perangi dengan cara menyadarkan umat Islam supaya meneladani perilaku Nabi SAW dan para sahabatnya. Adapun moment yang paling tepat adalah dengan mengadakan Maulid Nabi, dimana di majelis itu akan disampaikan cara hidup Rasulullah dan para sahabatnya yang patut menjadi teladan bagi umat sepanjang zaman.
Dalam acara Maulid Nabi tentunya membutuhkan dana sebagai sarana kesuksesan acara tersebut. Hal ini merupakan moment yang sangat baik bagi kaum muslimin untuk berlomba-lombamembelanjakan harta nya di jalan Allah SWT. Akan tetepi hendaknya harta yang di belanjakan untuk kegiatan tersebut bukan berasal dari harta Zakat.
Sebab zakat merupakan kewajiban dan rukun Islam yang penyaluranya telah ditetapkan secara jelas dan terperinci dalam surat At-Taubah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk meraka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60).
Imam Asy-Syafi’I dalam kitab Al-Umm mengatakan, “Allah Azza wa Jalla telah menegaskan dalam Kitab-Nya dengan firman-Nya, “Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” Maka tidak boleh seorangpun membagikan zakat selain kepada jalan yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla.” Jadi tidak boleh dan tidak sah memberikan zakat kepada selain ke delapan golongan yang di sebutkan dalam Al-Qur’an. Artinya, tidak boleh memberikan zakat kepada selain delapan golongan orang di atas, termasuk tidak boleh juga memberikan zakat kepada lembaga, yayasan, ulama, pencari ilmu, membangun masjid, madrasah, mengadakan seminar, maupun untuk kegiatan-kegiatan Islam lainnya seperti penyelenggaraan Maulid Nabi.
Hal ini berdasarkan teladan dari Rasulullah SAW. para sahabat, tabi’in dan generasi salafus shalih. Demikian pula yang difatwakan oleh para ulama, baik ketika umat berada dalam kekuatan ataupun kelemahannya.

Ringkasnya, bagian “Sabilillah” yang di sebutkan dalam ayat zakat di atas tidak termasuk kepada penyelenggaraan acara Maulid Nabi dan sebagainya. Sedangkan fatwa yang berbeda dengan ini merupakan kesalahan yang tidak boleh diamalkan karena bertentangan dengan Nash Al-Qur’an, hadits Rasulullah saw, dan ijma’ para ulama ahli ijtihad.


Di kutip dari Buletin Maulid karya Al-Habib Abdullah Baqir bin Ahmad Al-Atthas tanggal 19 Januari 2014, No.01/R.05/1435

Tidak ada komentar:

Posting Komentar